Dewan Dakwah Siap Dai Pembangunan Peradaban yang Berkelanjutan
(5) Da’watuna adalah bunyanan wahidan. Sebagai entitas masyarakat yang berdiri untuk melaksanakan kewajiban agama, kebaradaan unit dakwah dengan berbagai macam bentuknya, juga dengan individu-individu yang ada di dalamnya, senantiasa diproses dalam bangunan yang semakin kokoh. Karena kita adalah satu bangunan, maka hak dan kewajiban dalam sebuah keluarga juga berlaku di lembaga ini. Menjaga cacat dan rahasia yang ada didalam tubuh ini adalah kewajiban bagi setiap anggota lembaga.
Ustad Edi Hariyanto, M.M, selaku perwakilan Manajer dari Hudaya Safari, lembaga yang yang ikut menyangga secara finansial kegiatan pengabdian juga memberika pesan kepada para alumni, “Jangan pernah berharap ketika di jalan dakwah hasilnya instan. Keimanan yg harus di miliki adalah iman yang melahirkan keikhlasan, iman yang melahirkan perubahan ke hal yang lebih baik, dan iman yang melahirkan pengabdian. Pandai pandailah melihat peluang, menanamkan iman yang menghasilkan keikhlasan, perubahan dan pengabdian kepada Allah.”
Pesan-pesan lain tentunya banyak lagi, khususnya dari pihak LAZNAS Dewan Dakwah yang mensimulasi secara langsung bagaimana mendiagnosis, memonitor, mengevaluasi, serta membuat laporan selama melakukan kegiatan pengabdian. Harapan terbesarnya warisan-warisan yang ditinggalkan da’i sebelumnya bisa terus dirawat dan dikembangkan. Adapun daerah-daerah minus yang belum disentuh sebelumnya bisa menjadi pemantik da’i untuk memberikan peran terbaiknya dan nantinya meninggalkan jejak baiknya.
Sejarah tetap mencatat bahwa Islam akan tetap tegak selamanya di setiap titik di bumi ini, sebagaimana diungkapkan secara tegas oleh Iane Poole dalam Moors in Spain yang dikutip oleh Thomas W. Arnold di buku The Preaching of Islam, “Dimanapun peradaban Arab tertanam maka disitu peradaban akan terus hidup. Orang Moor dibuang, untuk sementara, Spanyol Kristen bersinar, seperti bulan, dengan cahaya pinjaman, lantas muncullah gerhana, dan dalam kegelapan itu Spanyol tenggelam untuk selamanya”.
(Ummu Ahya Gyantie, staf pengajar STID Mohammad Natsir)