Home > Agama

Dewan Dakwah Siap Dai Pembangunan Peradaban yang Berkelanjutan

Sebanyak 140 mahasiswa STID Mohammad Natsir mengikuti pembekalan Dai.
Sejumlah mahasiswa STID Mohammad Natsir mengikuti pembekalan dai. (Dok. Dewan Dakwah)
Sejumlah mahasiswa STID Mohammad Natsir mengikuti pembekalan dai. (Dok. Dewan Dakwah)

Dewan Dakwah Siap Dai Pembangunan Peradaban yang Berkelanjutan

STID Mohammad Natsir kembali mengelar rangkaian lanjutan dari penyiapan kader dai ilallah ke-14 yang akan diterjunkan ke berbagai wilayah 3T. Kegiatan digelar di Aula Sakinah, Komplek Pusdiklat dan Muslimat Center Cipayung, Jakarta Timur sejak tanggal 26-28 Agustus 2024.

Dalam kegiatan ini ini 140 mahasiswi mengikuti serangkaian kegiatan yang berisi pembekalan untuk kegiatan pengabdian selama dua tahun ke depan. Jika sebelumnya empat tahun di kelas diberikan materi-materi yang sifatnya teoritis juga diseling dengan kegiatan praktikum dakwah di lapangan, beberapa hari ke depan akan diterjunkan ke lapangan yang bisa jadi sebelumnya telah ada rintisan kegiatan atau bisa jadi ada di titik yang belum tersentuh dakwah sama sekali.

Selama tiga hari tersebut, beberapa dosen dan pimpinan unit usaha di Dewan Dakwah bersinergi menyiapkan tidak saja bekal fisik, tetapi juga bekal mental, pendanaan, keilmuan, analisis lapangan, dan lainnya. Komunikasi antara guru dengan murid dalam konteks kegiatan ini sangat penting karena bagian dari proses turun temurun kaderisasi di Dewan Dakwah. Dalam sambutannya, salah satu wakil ketua umum Dewan Dakwah, Ust. Dr. Imam Zamroji, MA menceritakan bagaimana Bapak Mohammad Natsir menitip pesan ke Ustadz Wahid Alwi untuk mengajak temana-temennya di Riyadh mengabdi di pedalaman melalui bantuan dana.

Selanjutnya, Ustadz Wahid Alwi di Riyadh mengajak teman-temannya untuk menggalang dana agar dapat mem-back up pendanaan kegiatan di pedalaman. Pak Natsir memiliki kepedulian yang tinggi terhadap dakwah pedalaman menurut pandangan Dr. Imam adalah bagian dari manifestasi surat Al A’raf: 96 bahwa syarat turunnya keberkahan adalah penduduknya beriman dan bertaqwa.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Inilah sebabnya Pak Natsir memberikan perhatian khusus terhadap dakwah pedalaman. Alasan Pak Natsir berikutnya menurut Ustadz Imam adalah semata-mata untuk mencari pertolongan Allah sebagaimana Nabi berwasiat dalam hadist berikut,

إنما تنصرون و ترزقون بضعفاءكم

Sesungguhnya kalian itu ditolong dan di beri rezeki disebabkan orang orang dhuafa kalian. (HR. Ahmad)

Di sesi yang lain, Ustadz Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA. Wakil Sekretaris Umum Dewan Dakwah sekaligus ketua bidang Pemberdayaan Organisasi menjelaskan bahwa seorang da’i yang diterjunkan ke lapangan memiliki pekerjaan yang tidak ringan, maka dibutuhkan penguatan personal yang memiliki keteguhan, pengorbanan dan keiskhlasan untuk mewujudkan da’i pembangun peradaban yang berkelanjutan. Karena bicaranya adalah kelanjutan, maka da’i-da’i yang akan dilepas ke lapangan perlu menjaga prinsip-prinsip perjuangan agar jalannya dakwah tidak melenceng dari tujuan lembaga induk (red. Dewan Dakwah) yang telah dirintis, yaitu dakwah ilallah bi al-mujahadah bi al-lati hiya ahsan. Setidaknya ada lima prinsip utama untuk menjaga maksud dakwah ini:

(1) Da’watuna adalah dakwah ilallah bi al-mujahadah fillah, bukan dakwah ila nafsi. Kaidah ini mendasar dan perlu penjagaan yang terus menerus. Seorang da’i akan tetap bersabar dan menekuni aktifitas ini karena ada kekuatan yang dilandasi oleh ilallah bi al-mujahadah fillah. Tapi jika bergeser sedikit, ketika dakwah diarahkan ke arah kepentingan pribadi –semoga Allah jauhkan dari hal ini- yang terjadi adalah kemalasan dan keluh kesah yang tidak pernah berakhir.

(2) Da’watuna adalah binaan wa difaan, kewajiban da’i untuk membina dan membereskan persoalan aqidah, syari’at dan akhlak. Mempertahankan adalah hal berikutnya yang tidak boleh terpisah dengan hal pertama.

(3) Da’watuna adalah syari’ah wa nidhaman. Syari’ah dimaksudkan bahwa dakwah kita harus diusahakan sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah sesuai yang diajarkan oleh para sahabat. Tentu karena hidup ini adalah dinamis, kita tidak melupakan dan mempertimbangkan aturan-aturan pemerintah yang berlaku sebagai konsekuensi dari keberadaan kita di negeri NKRI yang juga diperjuangkan oleh para ulama wa syuhada’.

(4) Da’watuna adalah Tarhisan (prioritas). Problem dan sarana yang kita miliki dalam kegiatan dakwah haruslah disesuaikan dengan kemampuan kita. Prioritas adalah pilihan karena kita adalah bagian kecil dari umat dan bangsa ini yang mencoba –urun rembuk- dalam dakwah. Kebersamaan dalam amal jama’i di STID Mohammad Natsir memerlukan hal yang demikian, karena kita memiliki tingkat kemampuan dalam ilmu dan skill yang berbeda.

× Image