Takjil War: Ketika Politik Memisahkan, Takjil Menyatukan
Di WAG Basralicious, grup yang anggotanya para pembaca karya-karya saya dan sudah berjalan 6 tahun (sejak sebelum pandemi), beberapa anggota berbagi pengalaman tentang takjil. Dua testimoni saya bagikan di sini.
Eddy Ruswandi, alumnus Fakultas Teknik UI ’84 yang pernah berkantor di samping Pasar Benhil (Bendungan Hilir)—salah satu pusat takjil di Jakarta--melihat fenomena ‘Perang Takjil’ saat ini sebagai hal positif. Sebab, para penjual takjil yang dagangannya habis sebelum salat ashar, membuat mereka punya waktu lebih banyak untuk menyiapkan diri berbuka bersama keluarga masing-masing.
Sementara bagi Yunia Prasetyani, alumnus Sastra Jepang ‘87 Universitas Padjadjaran Bandung yang menghabiskan masa kecil di Ungaran, Jawa Tengah, ada pengalaman pribadi agak traumatik.
“Sebagai anak kecil yang nonis, saya cuma bisa melihat dari balik pagar teman-teman yang sedang berebut jaburan, begitu di kampung kami takjil disebut. Kadang saya diusir karena dianggap mengganggu padahal hanya menonton di balik pagar,” tulis Yunia. “Entah bila waktu itu saya diajak masuk turut menikmati takjil di teras musholla, mungkin saya bisa _log in_ lebih cepat.”
_Log in_ adalah bahasa gaul sekarang untuk mualaf. Yunia ‘ _log in_’, menjadi muslimah, pada tahun kedua kuliah di Bandung. Bersyahadat di bulan Ramadan pada saat buka puasa bersama teman-teman kuliahnya. “Saya yang tomboi dan sering pakai celana pendek dapat hidayah untuk berjilbab. Saya pinjam baju muslimah dan kerudung dari teman-teman yang berhijab,” tulis ibu tiga orang anak ini mengenang perjalanan spiritualnya.
Maka, bagi kawan-kawan muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa, jangan pernah khawatir kehabisan takjil untuk berbuka. Khawatir lah jika tak bisa berbagi takjil kepada para tetangga terdekat dan warga sekitar—termasuk kepada para nonis. Sebab, salah satu makna agama sebagai rahmat bagi alam semesta ( _rahmatan lil ‘alamin_), ternyata bisa datang dari takjil yang sederhana.
Cibubur, 22 Maret 2024
Akmal Nasery Basral: seorang penulis, novelis, penggemar takjil, penerima Anugerah Sastra Andalas 2022.
(Tulisan yang berasal dari luar sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari penulis).
Opini Lainnya:
Transparansi dan Akuntabilitas pada Akad Jual Beli Murabahah, Haruskah? Oleh Fitria Putri Syalwa
.
Baca Juga:
Allah Haramkan Jasadnya Disentuh Api Neraka Bila Gembira Sambut Ramadhan
Pentingnya Kata Khair Atas Jenazah
Kisah Ulama yang Doanya Tertolak karena Sebutir Kurma
Kelompok yang Mengiringi Jenazah
10 Golongan yang Jasadnya Masih Utuh Hingga Hari Kiamat
Kisah-Kisah Islami dan Inspiratif
Tempat Bersejarah dalam Al-Quran
Cara Membuat Tempat Wudhu yang Baik
Bukan Berdiri atau Jongkok, Begini Posisi Wudhu yang Baik
.