Inilah Ksatria Tangguh Sang Penakluk Yerusalem
Kenyataan itu membuat Shalahuddin marah. Ia pun segera berangkat ke Damaskus dengan membawa sejumlah pasukan dan menguasai kota itu. Kendati telah dikuasai, ia tidak memasuki istana raja karena ia masih menghormati almarhum Raja Nuruddin. Di Damaskus, Shalahuddin tinggal di rumah orangtuanya. Beberapa kalangan mendesak Shalahuddin untuk segera mengambil alih kekuasaan dari Malikus Shaleh. Namun, ia menolaknya. Barulah ketika raja muda itu meninggal pada 1181 M, Shalahuddin segera memegang tampuk kekuasaan.
Kala berkuasa, Sultan Shalahuddin melakukan gencatan senjata di Palestina dengan tentara Salib yang dipimpin Raja Franks dari Jerman. Sejarawan Prancis Michaud menulis gencatan senjata itu dihormati pasukan Islam. Namun, tidak demikian dengan tentara Kristen. “Pemimpin Kristen Renauld (Reginald) dari Chatillon menyerang sebuah kafilah Islam yang melewati markas mereka. Juga, mereka membantai para penduduk dan merampas semua harta bedan mereka.”
Jelas, ini melanggar kesepakatan bersama. Shalahuddin pun tak merasa berat melakukan pembalasan atas perlakuan tentara Salib. Dengan sebuah gerakan yang piawai, Shalahuddin menjebak pasukan musuh di dekat Bukit Hittin pada 1187 M. Kemenangan pun diraih dan ia pun tidak memberi kesempatan kepada tentara Salib untuk melakukan konsolidasi sehingga pasukan Shalahuddin segera menguasai sejumlah kota seperti Nablus, Jericho, Ramallah, Caesarea, Asruf, Jaffa, dan Beirut serta Ascalon.
Baca Juga: Bani Israil tak Bisa Masuk Palestina karena Diazab Allah
Setelah semua kota itu bebas, Shalahuddin segera memusatkan perhatian pada kota Yerusalem yang saat itu dikuasai tidak kurang dari 60 ribu pasukan Salib. Serangan gencar yang dilakukan Shalahuddin dan pasukannya membuat pasukan Salib akhirnya menyerah pada akhir tahun 1187 M. Saat penyerahan kekuasaan atas kota suci ini, tampak sekali perbedaan yang dilakukan tentara Islam dengan tentara Salib ketika mereka masuk kota suci ini 90 tahun sebelumnya.
Michaud mencatat kala itu pembantaian terhadap umat Islam di Yerusalem terjadi pada 1099 M. Raymond d’Agilles, bangsawan Prancis yang termasuk salah seorang pemimpin tentara Salib, menyaksikan dengan mata kepala sendiri peristiwa itu dan menuliskan, bahwa di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah mencapai kedalaman selutut dan mencapai tali kekang kuda. Hal ini bisa dibayangkan manakala 70 ribu penduduk muslim binasa dibantai tentara Salib.
Baca Juga: Sosok yang Membangun Masjid Al-Aqsha
Disinilah Lokasi yang Diyakini Menjadi Tempat Nabi Isa Diturunkan di Akhir Zaman