Inilah Ksatria Tangguh Sang Penakluk Yerusalem
Sementara itu, gelombang keempat pasukan Salib muncul dari Eropa Barat. Menurut sejarawan John Stuart Mills, pasukan tersebut merupakan kawanan lain dari manusia biadab yang liar dan nekat. Mereka punya kebiasaan yang sama, menganiaya, memperkosa dan merampas tanpa ampun.
Bila gelombang-gelombang tentara Salib sebelumnya sulit mendapatkan kemenangan apalagi menduduki Tanah Suci Yerusalem, gelombang selanjutnya barulah mendapat keberhasilan. Sukses awal mereka dimulai ketika menaklukkan bagian terbesar dari Suriah dan Palestina, termasuk kota suci Yerusalem.
Tapi, kemenangan itu disusul dengan tindakan brutal dan pembantaian orang-orang Islam yang tidak bersalah, termasuk orang tua, anak-anak dan wanita. Jumlah umat Islam yang terbantai, jauh melebihi pembantaian yang pernah dilakukan Jengish Khan atau Hulagu Khan, kaisar Mongol, ketika menjarah dan membantai umat Islam.
Sejarawan Mills, kendati beragama Kristen, membuktikan pembantaian itu dilakukan saat pasukan Salib menguasai Kota Antioch, Suriah. Tentara Salib menduduki kota-kota Suriah yang maju dan berkembang baik. Mereka membantai penduduknya dengan darah dingin dan membakar hingga jadi abu semua benda seni dan benda peraga pengetahuan yang tak ternilai harganya. Termasuk obyek dalam aksi penghancuran itu adalah perpustakaan Tripoli yang terkenal dan memiliki koleksi 3 juta jilid buku-buku ilmu pengetahuan. “Jalan-jalan digenangi darah sampai keganasan itu lelah atau capek dengan sendirinya,” tulis Mills.
Baca Juga: Sejarah Panjang Palestina yang Dicaplok Israel
Semua kegilaan itu mencapai puncaknya saat tentara Salib mendapat dukungan dari Raja-raja Jerman dan Prancis serta Raja Inggris Richard ‘The Lion Heart’ pada abad ke-12 M.
Saat kegilaan itu memuncak, Allah mengutuskan seorang pembebas dari Suriah. Sang pembebas itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi yang lahir pada 1137 M. Ayahnya bernama Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Sherkoh, mendidik Shalahuddin menjadi ksatria tangguh.
Apalagi, Sherkoh merupakan panglima perang tangguh yang selalu mendapat kepercayaan untuk memimpin pasukan Raja Suriah Nuruddin Mahmud untuk mengusir tentara Salib dari Suriah dan Mesir.
Kepandaian dan kecakapan dalam ilmu pemerintahan membuat Shalahuddin dipercaya menjadi wakil raja di Mesir oleh Raja Nuruddin. Saat itu sang Raja telah berulangkali menjaga kedaulatan kekuasaannya, termasuk melawan tentara Salib yang mencoba menguasai wilayah Yerusalem.
Ketika Nuruddin wafat, putranya Malikus Shaleh yang baru berusia 11 tahun memerintah. Kendati berkuasa, Malikus Shaleh sangat dipengaruhi anggota keluarganya terutama Gumusthagin. Karena pengaruhnya pula, Malikus Shaleh meninggalkan Damaskus dan mengasingkan diri di Aleppo. Saat itulah, tentara Salib mengepung ibukota dan baru mengendurkan pengepungan setelah mendapat upeti besar.