Nusaibah, Sang Singa Betina yang Kematiannya Disambut Ribuan Malaikat
“Amar, kau lihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah Syahid. Aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan sebagai para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?” ujarnya.
Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar. “Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”
Mata Amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”
Baca Juga: Kisah Pertobatan Malik bin Dinar
Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikit pun pada wajahnya. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.
“Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur.”
Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu,” kara Rasul SAW.
Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkemahan di medan tempur, mereka menuju ke rumah Nusaibah.
Baca Juga: Malaikat Mikail Menahan Matahari demi Ali
Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “Apakah anakku gugur?”
Utusan itu menunduk sedih, “Betul .”
“Inna lillah wa inna ilaihi rajiun .” Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis. Untuk kedua kalinya, ia harus menerima kenyataan pahit.
“Kau berduka, ya Ummu Amar?..”
Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan? Saad masih anak-anak.”
Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahawa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”
Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?” Sang anak menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia siap berperang dan tak takut akan kematian.
Saad langsung melompat ke atas kudanya setelah mendapatkan restu dari Nusaibah, ibunya. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan tentara itu.
Baca Juga:
Cara Membuat Tempat Wudhu yang Baik