Home > Agama

Dalil Atas Pentingnya Mengucapkan Kata Khair Bagi Mayit

Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan agar umat Islam senantiasa menutupi aib saudaranya.

Walaupun pada kenyataannya, pada saat akan dishalatkan, imam atau ustadz tidak menyebutkan kejelekan pada si mayit. Hal ini pun merujuk pada hadits Nabi SAW yang memerintahkan agar senantiasa mengatakan sesuatu yang baik sepeninggalnya. Artinya, umat Islam tidak dianjurkan menceritakan keburukan-keburukan yang dilakukan si mayit saat ia masih hidup.

Mengenai surga atau neraka bagi si mayit, itu adalah hak prerogatif (mutlak) Allah untuk menentukan hamba-hamba-Nya. Manusia hanya berusaha dengan sebaik mungkin, dan Allah yang Maha Menentukan.

Baca Juga: Pendapat Ulama Mengenai Kata 'Sayyidina'

Ada yang berpendapat bahwa kesaksian di atas hanya berlaku bagi dua jenazah yang diceritakan di dalam hadits tersebut, di mana Allah membukakan kegaiban bagi Rasulullah tentang di mana kelak kedua jenazah itu ditempatkan. Sebagaimana dikutip dari NU Online, pendapat ini dibantah oleh Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bâri dengan berdasar pada keumuman hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

مَنْ أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ

“Orang yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga.”

Lebih lanjut Ibnu Hajar juga menuturkan bahwa sabda Rasulullah “kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi” yang dimaksud adalah para sahabat nabi dan orang-orang yang memiliki kesamaan sifat dengan mereka, yakni sama-sama memiliki iman.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwa pujian kebaikan yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki keutamaan kepada seseorang bila itu sesuai dengan realita maka orang yang dipuji itu termasuk ahli surga. Namun bila pujian baik itu tidak sesuai dengan realitanya maka orang yang dipuji tidak termasuk ahli surga. Demikian pula sebaliknya dengan celaan jelek.

Baca Juga: Lima Hal yang Membuat Wudhu Jadi Makruh

Sedangkan Imam Nawawi—sebagaimana dikutip Ibnu Hajar—berpendapat bahwa yang benar adalah hadits tersebut berlaku pada keumuman kalimatnya. Orang yang meninggal yang kemudian Allah mengilhamkan kepada orang-orang untuk memujinya dengan kebaikan itu menunjukkan bahwa orang tersebut termasuk ahli surga, baik pada kenyataannya perilakunya sesuai dengan pujian tersebut maupun tidak. Karena perbuatan-perbuatan manusia berada di bawah kehendak Allah dan ilham yang diberikan Allah kepada orang-orang untuk memberikan kesaksian baik pada si mayit bisa dijadikan tanda terealisasinya kehendak tersebut. Dengan demikian maka tampaklah manfaat dari pujian (lihat Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâri Syarh Shahîhil Bukhâri [Beirut: Darul Fikr, 2007], jil. III, hal. 2014).

Baca juga:

Kisah Ulama yang Doanya Tertolak karena Sebutir Kurma

Kelompok yang Mengiringi Jenazah

10 Golongan yang Jasadnya Masih Utuh Hingga Hari Kiamat

Kisah-Kisah Islami dan Inspiratif

Tempat Bersejarah dalam Al-Quran

Apa yang disampaikan oleh Imam Nawawi di atas—masih menurut Ibnu Hajar—dikuatkan oleh satu hadits yang diriwayatkan secara marfu’ oleh Imam Ahmad, Ibnu Hiban dan Hakim dari jalur Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَشْهَدُ لَهُ أَرْبَعَةٌ مِنْ جِيرَانِهِ الْأَدْنَيْنَ أَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ مِنْهُ إِلَّا خَيْرًا إِلَّا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَدْ قَبِلْتُ قَوْلَكُمْ وَغَفَرْتُ لَهُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Tidaklah seorang muslim meninggal kemudian empat orang tetangganya yang paling dekat memberikan kesaksian kepadanya bahwa mereka tidak mengetahui dari orang tersebut kecuali kebaikan, kecuali Allah berkata, “Aku terima ucapan kalian dan aku ampuni apa-apa yang tidak kalian ketahui.”

× Image