Home > Hikmah

Rasul SAW Menolak Menyalatkan Tiga Orang Ini

Mereka dianggap melakukan dosa besar yang terbawa hingga akhir hayatnya.

Kelompok kedua yang Nabi SAW tidak mau menyalatkan adalah pelaku korupsi (ghulul).

Dikisahkan, Nabi Muhammad SAW pernah menolak menyalatkan jenazah seseorang yang gugur saat Perang Khaibar. Beliau juga menunjukkan ekspresi kebencian yang begitu nyata padanya. Dengan tegas, beliau menolak menyalatkan jenazahnya. Namun beliau masih mempersilakan sahabat lain untuk menyalatkan sahabat yang gugur tersebut.

Sahabat kemudian bertanya mengapa Rasulullah SAW menolak menyalatkannya. Rasul menjawab, "Sahabat kita itu telah melakukan ghulul (korupsi)."

Perilaku ghulul yang kita kenal adalah korupsi, maling, pencuri, koruptor, pencopet, pencoleng, pembegal, dan sejenisnya. Mereka yang melakukan kecurangan, maka Nabi SAW tak mau menyalatkannya ketika dia wafat.

Baca Juga: Dahsyatnya Doa Seorang Pemburu

Korupsi (ghulul), merupakan perbuatan mengambil hak orang lain atau hak publik. Atau menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi dan kelompok, memperkaya diri dengan cara yang haram, serta abai terhadap hak-hak orang banyak.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "La yaqbalu sholatan bi ghoiri thohurin wa la shodaqotan min ghululin" (Allah tidak menerima salat seseorang tanpa bersuci dan sedekah (harta) dari hasil korupsi). (HR Muslim).

Setelah ditelusuri, ternyata sahabat yang gugur tersebut masih menyimpan manik-manik hasil rampasan perang yang belum dibagikan, yang nilainya sekitar dua dirham. Bila dikonversi dengan nilai rupiah sekitar Rp 150 ribu. Hanya karena menggelapkan ghanimah (harta rampasan perang) senilai dua dirham, Nabi SAW menunjukkan ekspresi kebencian yang terang. Bagaimana dengan yang korupsi lebih besar dari itu? Tentu kemurkaan Rasulullah semakin berlipat.

Baca Juga:

Pembahasan Al-Quran

Tempat Bersejarah di Dunia Islam

Ulasan Seputar Buku dan Kitab Klasik

Cerita Abu Nawas dan Humor Lucu

Dari keterangan hadits di atas, jelas bahwa tidak ada kebaikan yang akan diterima oleh Allah SWT dari seseorag hamba bila amal kebaikan itu justru berasal dari hasil korupsi, dibangun dengan material kejahatan dan kezaliman.

Ibadah shalat yang dikerjakan, sedekah yang ditunaikan, haji yang dikerjakan, atau kebaikan lain yang dilakukan tidak bermakna ibadah sama sekali di sisi Allah SWT bila seorang Muslim masih melakukan praktik korupsi dalam hidupnya, menumpuk kekayaan, dan memberikan nafkah kepada keluarganya dari hasil korupsi.

Sering ada pertanyaan, bagaimana seorang koruptor yakni pencuri uang negara yang menunaikan ibadah haji atau umrah dari uang hasil korupsi? Dari hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di atas sudah jelas bahwa Allah tidak akan menerima amal ibadah dan kebaikan apapun dari seorang muslim yang sumbernya dari hasil mencuri, merampok, membegal, mencopet, atau istilah ghulul lainnya.

Boleh saja gelarnya haji, atau professor, doctor, tapi ibadah yang mereka kerjakan takkan diterima Allah SWT. Ibadahnya sia-sia belaka, karena Allah takkan menerimanya, kecuali dia bertaubat.

× Image