Buah Apel dan Istri Disabilitas
Buah Apel dan Istri “Disabilitas”
Syahruddin El Fikri
Matahari telah menampakkan diri. Udara sangat sejuk dan cuaca yang tak terlalu panas, membuat jiwa Tsabit bin Ibrahim (dalam riwayat lain disebutkan Ibrahim bin Marzaban), bersenang hati. Ia sedang berjalan-jalan di tepi sungai.
Setelah sekian lama, dirinya mulai merasakan lapar yang teramat sangat. Perutnya mulai keroncongan menahan rasa lapar. Ia terus menyusuri sungai hingga akhirnya ia melihat sebuah apel yang sangat ranum, hanyut terbawa arus sungai. Buru-buru ia mengambilnya. Dan beruntung, apel itu mampu terjangkau olehnya.
Karena perutnya yang sudah sangat lapar, ia pun memakan buah apel itu. “Bismillah,” ia panjatkan ke hadirat Allah agar makanannya menjadi berkah. Terus saja ia menikmati buah apel itu hingga tersisa sebagian. Dan pada tahap berikutnya, saat akan menikmati buah apel tersebut, ia merasa buah apel itu ada pemiliknya. Ia pun tak jadi menghabiskannya. Buru-buru ia mencari siapa pemilik dari buah apel yang hanyut di sungai tersebut.
“Jika buah apel ini hanyut di sungai hingga terbawa ke arahnya, berarti apel itu berasal dari arah sebaliknya, sudah pasti apel itu berasal dari arah tersebut. Aku akan berusaha menyusuri sungai ini untuk menemui pemiliknya,” batin Tsabit.
Ia pun menyusuri sungai sambil melihat-lihat di mana kebun buah apel sehingga apel itu jatuh ke sungai. Setelah melakukan perjalanan cukup jauh, ia pun menemukan kebun buah apel. Di sana ia melihat buah apel yang sangat banyak dan tampaknya sudah siap untuk dipetik. Ia yakin, dari kebun inilah buah apel tersebut berasal.
Tsabit kemudian menemui sang pemilik kebun. Saat bertemu, ia menyapa sang pemilik kebun. “Wahai tuan, betulkah ini kebun apel milik tuan,” tanya Tsabit. Sang pemilik kebun pun mengiyakan. Tsabit pun melanjutkan pertanyaannya.
“Tuan, saya menemukan buah apel ini hanyut di sungai. Dan kemudian saya ambil lalu saya makan, tanpa mengetahui siapa pemiliknya. Setelah hampir habis, saya baru menyadari bahwa buah apel ini pasti ada pemiliknya, maka saya mencari pemilik buah apel ini untuk meminta keikhlasan dan keridhaannya, agar buah apel ini menjadi halal,” kata Tsabit menceritakan awal pula ia mendapatkan buah apel tersebut.
“Saya tidak ingin ada makanan yang haram masuk ke dalam tubuh saya. Karena itulah saya datang ke mari untuk meminta kepada tuan agar mengikhlaskan buah apel ini,” lanjut Tsabit.