Ini Alasan Mengapa Orang Gila dan Anak Kecil tak Wajib Puasa
Pada laman nuonline dijelaskan pula bahwa Imam Al-Amidi berpendapat:
اتَّفَقَ الْعُقَلَاءُ عَلَى أَنَّ شَرْطَ الْمُكَلَّفِ أَنْ يَكُونَ عَاقِلًا فَاهِمًا لِلتَّكْلِيفِ، لِأَنَّ التَّكْلِيفَ وَخِطَابَ مَنْ لَا عَقْلَ لَهُ وَلَا فَهْمَ مُحَالٌ
“Ulama bersepakat bahwa syarat mukallaf adalah ia berakal (mampu secara intelektual) dan memahami taklif syariat, karena taklif dan berbicara kepada orang yang tidak berakal (terganggu intelektualnya) dan tidak mampu memahami pembicaraan itu mustahil.” (Syekh Ali Al-Âmidi, Al-Ihkâm fî Ushûlil Ahkâm, [Beirut, Al-Maktabul Islâmi, juz I, halaman 150).
Untuk dapat terkena taklif, seseorang harus “berakal” dalam artian mampu secara intelektual, mampu memahami kewajiban ibadah, dan mampu memahami serta mengamalkan syarat dan rukunnya.
Karena itu, orang yang gila atau istilah lainnya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), maupun anak kecil, termasuk dalam kategori belum berakal, dan tidak terkena taklif (kewajiban menjalankan syariat).
Nah, sudah jelas khan¸mengapa orang gila dan anak kecil itu tidak diwajibkan berpuasa dan juga melaksanakan shalat. Sebab, orang gila dianggap tidak berakal. Namun, apabila sudah sembuh dari penyakit gila itu, dia berkewajiban berpuasa, tapi tidak wajib mengganti puasa yang ditinggalkan pada saat dia sakit tersebut.