Merancang Rubrik Asesmen Kefasihan Membaca Al-Quran
Merancang Rubrik Asesmen Kefasihan Membaca Al-Quran
SAJADA.ID--Islam sebagai populasi agama terbesar urutan ke dua dunia memiliki tantangan tersendiri, khususnya terkait kelinearan antara populasi yang banyak dengan kompetensi membaca Al-Qur’an umat Islam. Sebuah riset yang dikutip oleh Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Dr. Nadjmatul Faizah menyebutkan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an umat Islam di banyak daerah Indonesia masih lemah dengan indeks tingkat kemampuan membaca Al-Qur’an pada level cukup dan kurang pada tahap awal dengan persentase sebesar 72,25 persen.
Riset ini melibatkan 3.111 subjek di 25 provinsi dengan empat parameter acuan (makharij al-huruf, shifat al-huruf, ahkam alhuruf, dan al-mad wa al-qashr). Kondisi ini menuntut para pendidik dan pengajar Al Qur’an lebih meningkatkan lagi peran aktifnya dalam pengajaran Al Qur’an.
Ini mengingat, membaca Al Qur’an merupakan ibadah yang agung dalam agama Islam. Dalam sebuah hadist, Rasulullah menjamin kebaikan bagi umatnya yang mau membaca Al Qur’an, “Allah telah menjamin bagi siapa yang mengikuti Al Quran, tidak akan sesat di dunia dan tidak akan merugi di akhirat,” (Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah).
Aktivitas ini pun akan mampu menghadirkan ketenangan bagi pelakunya, “Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), untuk membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan mereka dilingkupi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya yang berada didekat-Nya (para malaikat),” (HR. Muslim), serta keutamaan-keutamaan lain yang bisa digali keluasannya.
Alquran sebagai kalamullah, bukan kalamurrasul atau kalam-kalam yang lain, Ustadzah Dr. Zuhratul Aini mansyur, Lc, MA menyebutkan, “Al Qur’an adalah mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad Saw, bacaannya dinilai ibadah, yang ditulis di mushaf, diriwayatkan dengan mutawatir, dan dijadikan tantangan dengan surat terpendek.” Di surat Al Muzammil ayat 4 disebutkan,
... وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ
“... dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.”
Makna tartil sendiri jika mengutip dari perkataan Ali bin Abi Thalib adalah tajwidul huruf wa ma’rifatul wuquf, yang artinya membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dan mengetahui hal-hal terkait waqaf.
Sehingga perlu dipahami bersama bahwa membaca Al Qur’an dengan tartil bukan sekedar memenuhi aspek kesunahan, melainkan kewajiban sebagaiman lafadz di surat Al Muzammil yang menunjukkan bahwa وَرَتِّلِ menunjukkan sebuah perintah. Lepas membaca Al Qur’an ini dalam konteks pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, membaca Al Qur’an dengan tartil merupakan sebuah tuntutan karena kesalahan dalam melafalkan huruf (makhaarijul huruf) maka akan berpengaruh terhadap pemaknaannya.