Kisah Putra Mbah Moen, di Mesir tak ada Polemik Perbedaan Awal Puasa dan Hari Raya
Mahasiswa Indonesia di Mesir beragam latar-belakangnya. Mungkin kebanyakan mereka berafiliasi pada organisasi-organisasi besar di Nusantara. Selama di Mesir, tak pernah saya mendengar ada friksi hisab-rukyah. Apapun keputusan Pemerintah diikuti oleh semuanya. Tak ada yang mempersoalkan metode yang digunakannya. Sama halnya dengan jamaah haji Indonesia saat berada di Arab Saudi. Semua—dengan latar belakangnya yang sangat beragam—juga patuh menjalankan keputusan Pemerintah Saudi dalam penentuan wukuf di Arafah. Secara sederhana dapat kita pahami, bahwa mereka sebetulnya meyakini bahwa keputusan yang diambil oleh Pemerintah Mesir dan Pemerintah Saudi dapat dibenarkan dan sah diikuti, meski mungkin tidak sama dengan pendapat pribadi sebagian mahasiswa dan jamaah haji. Tampaknya, pendapat pribadi saat di luar negeri tidak tersemai dalam tanah yang subur sehingga tidak muncul.
Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 11 Maret 2024
Syekh Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya, Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, membagi perbedaan pendapat ke dalam dua kategori. Pertama perbedaan pendapat dengan latar belakang khuluqiyyah, latar belakang akhlak. Kedua perbedaan pendapat dengan latar belakang fikriyyah, murni sudut pandang pemikiran. Perbedaan pertama sangat tercela. Ia lahir dari kesombongan, membanggakan diri, fanatik terhadap tokoh atau kelompok dan organisasi tertentu. Untuk menghindarinya sangat dibutuhkan kerendahan hati. Sementara perbedaan kedua lahir dari berbagai sudut pandang, kecenderungan berpikir dan orientasi diri. Semoga perbedaan yang terjadi selama ini murni perbedaan fikriyyah, bukah khuluqiyyah.[Yusuf al-Qardhawi; Aṣ Ṣaḥwah al Islāmiyyah baina al Ikhtilāf al Masyrū’ wa at Tafarruq al Mażmūm, hal. 12-13]
Gus Ghafur nenutup artikelnya dengan permohonan maaf, bahwa apa yang disampaikan ini hanya sekadar menyampaikan harapan-harapan, dan tidak bermaksud menambah kekeruhan.
Oleh karena itu, lanjutnya; menyatukan umat Islam dalam puasa, idul fitri dan syiar-syiar lainnya adalah tuntutan abadi. Minimal harus ada upaya serius untuk menyatukan umat Islam dalam satu wilayah. Dalam satu wilayah sebagian umat puasa berbeda hari karena beranggapan telah masuk Ramadhan, dan sebagian lainnya masih berbuka karena beranggapan masih berada di bulan Sya'ban, adalah kenyataan yang tak boleh diterima. Kemudian di akhir Ramadhan, sebagian masih puasa dan sebagian lainnya telah berlebaran. Ini juga kondisi yang tak boleh diterima. Salah satu kesepakatan ulama adalah bahwa keputusan hakim atau waliyyul amri menghapus perbedaan pendapat.
Demikianlah pandangan Gus Ghafur mengenai kondisi dan kisah Ramadhan di Mesir. Tulisan ini juga bisa dilacak di website: majelismasyayikh.id, serta berbagai sumber lainnya. Semoga bermanfaat. (syahruddin el-fikri/sajada.id)
Baca Juga: Hari-Hari yang Diharamkan Berpuasa