Ketika Cinta Bertasbih di Humboldt Berlin
CINTA BERTASBIH DI HUMBOLDT BERLIN
Di tengah turunannya salju di kota Berlin pada senja 30 November 2023 yang lalu, sastrawan dan novelis terkemuka Indonesia, Habiburrahman El Shirazy, tampak membacakan puisinya dan penggalan-penggalan novel Ketika Cinta Bertasbih (KCB) di kampus Humboldt-Universität zu Berlin.
Sastrawan yang mendapat julukan Si Tangan Emas dari Majalah Mata Air itu diundang oleh Institut für Afrika und Asienwissenschaften (Institut Studi Asia dan Afrika) Humboldt Universität, untuk menjadi pembicara tunggal dalam acara berjudul “Reading and Discussion: Love and Islam in The Work of Habiburrahman”.
Acara yang diinisiasi dan dikuratoriali oleh Esie Hanstein, Lektor Bahasa Indonesia di Humboldt University and Leipzig University itu disambut penuh antusias oleh mahasiswa lintas bangsa di Berlin. Yang menarik, acara itu juga dihadiri beberapa tokoh dan professor dari Humboldt dan Leipzig.
Dialog sastra dan budaya yang dikemas perpaduan antara performing art, pemutaran penggalan film Ketika Cinta Bertasbih, dan diskusi itu tampak dihadiri oleh Prof. Claudia Derichs, Guru Besar Transregional southeast Asian Studies, Humboldt University, Prof. Sebastian Maisel, Guru Besar Kajian Arab dan Islam dari Orientalisches Institut, Universitas Leipzig, Dr. Thoralf Heinstein, pakar manuskrip kuno di Staatsbibliothek zu Berlin, dan beberapa mahasiswa program doktor dari Humboldt dan Leipzig.
Esie Hanstein yang menjadi moderator acara itu begitu piawai menyusun dan menghidupkan suasana. Sepanjang acara, para peserta tampak begitu antusias mengikuti tak kurang dari dua jam jalannya acara.
Kang Abik – panggilan akrab – Habiburrahman El Shirazy, membuka dan menghentak audiens dengan puisinya yang berjudul “Wahai Pengembara Singgahkan Sejenak di Leipzig Ini” dan penggalan bab dari novel KCB berjudul “Lagu-lagu Cinta” yang menceritakan perjuangan mahasiswa Indonesia di Mesir bernama Azzam membuat Tempe untuk membiayai dirinya sendiri dan keluarganya di Indonesia. Setelah itu diputarkan cuplikan adegan film KCB yang menggambarkan narasi itu.
Selanjutnya Kang Abik membacakan penggalan bab “Meminang”, “Definisi Cinta” dan bab yang sangat mengharukan berjudul “Bertemu Ibu”. Suasana haru pertemuan Azzam dan ibunya setelah lebih dari sembilan tahun tidak bertemu itu tampak dirasakan juga oleh audiens. Penggalan-penggalan budaya dan suasana perkampungan khas Indonesia yang disusun oleh Esie Hanstein dalam potongan-potongan adegan film tampak tersaji dengan baik. Hal itu membuat rasa penasaran banyak hadirin.
Usai acara, Profesor Sebastian Maisel sempat mengungkapkan keterterikannya untuk melihat kampung yang digambarkan dalam penggalan film KCB tersebut kepada Alif Setiyadi, mahasiswa PhD Universitas Leipzig yang juga hadir di acara tersebut.
Pesan yang tertuang dalam novel dan film KCB tersampaikan dengan baik kepada hadirin sebab setiap kali Kang Abik usai membacakan penggalan novelnya, maka dilanjutkan dengan pembacaan terjemahan dalam bahasa Jermannya oleh mahasiswa Humboldt dibawah bimbingan Esie Hanstein.