Home > Pustaka

KH Abbas Buntet: Dari Pesantren ke Medan Perang, Mengapa Layak Jadi Pahlawan Nasional

Keberanian KH. Abbas Buntet dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan terbukti dan sangat jelas.

KH Abbas Buntet: Dari Pesantren ke Medan Perang, Mengapa Layak Jadi Pahlawan Nasional


SAJADA.ID--Nama KH Abbas Buntet belakangan ini ramai diperbincangkan setelah muncul usulan agar ulama besar asal Cirebon ini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Usulan tersebut datang dari berbagai kalangan, baik akademisi, tokoh pesantren, maupun organisasi masyarakat. Alasannya jelas: kiprah beliau tidak hanya terbatas pada dunia pendidikan dan keagamaan, tetapi juga memberi andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) bersama keluarga besar Pesantren Buntet telah menyiapkan dokumen lengkap untuk diajukan ke pemerintah. Harapannya, pengakuan negara ini menjadi bentuk penghormatan terhadap jasa besar KH Abbas yang sering disebut sebagai “Singa dari Jawa Barat”.

Bagaimana kisah Jejak Perjuangan di Medan Tempur? Berikut kisahnya.

Jejak perjuangan KH Abbas paling dikenal dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Ketika Resolusi Jihad digelorakan oleh KH Hasyim Asy’ari, para kiai dan santri dari berbagai daerah bergerak menuju medan tempur. Namun, pertempuran baru benar-benar dimulai setelah kedatangan KH Abbas dari Cirebon, yang dipercaya mampu memimpin dan membakar semangat para laskar.

Sebagai komandan Laskar Hizbullah, KH Abbas membawa ratusan santri dan pejuang dari Cirebon. Ia memimpin strategi serangan yang dilakukan pada waktu menjelang fajar, saat pasukan Belanda masih lengah. Keberanian dan taktik ini membuat pasukan pejuang berhasil memberikan pukulan telak terhadap sekutu.

Di balik itu, masyarakat juga mengenang berbagai kisah karomah KH Abbas. Di antaranya, diyakini mampu melumpuhkan pesawat musuh hanya dengan tasbih, bakiak, atau kibasan sorban. Meski sulit dibuktikan secara historis, cerita-cerita ini menumbuhkan keyakinan kuat dan meningkatkan moral juang para santri di medan perang.

Selain di Surabaya, KH Abbas juga membentuk Laskar Asybal—pasukan pengintai yang terdiri dari santri muda—untuk memperkuat perjuangan di daerah Cirebon dan sekitarnya. Ia tegas menolak kompromi dengan penjajah, memilih jalan perlawanan hingga titik darah penghabisan.

× Image