Home > Pustaka

Meneladani Jejak Teladan Hadratussyekh Hasyim Asyari dan KH Chudhlori

Para guru senantiasa memberikan contoh dan teladan bagi murid-muridnya.

Meneladani Jejak Teladan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dan KH Chudhlori

SAJADA.ID--KH Chudhlori merupakan salah satu santri dari Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. Dengan demikian, sanad keilmuannya tersambung langsung kepada Rasulullah ﷺ — sebuah mata rantai keilmuan yang tidak diragukan lagi. Maka tidak heran, dalam tradisi pesantren, ada tata krama dan adab khusus dalam mencari ilmu (tholabul ‘ilmi).

Para ulama terdahulu, termasuk Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, telah mempersiapkan sistem pendidikan pesantren agar para santri kelak menjadi generasi penerus bangsa yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.

Berikut ini beberapa bimbingan dan nasihat penting, khususnya bagi para wali santri, agar putra-putrinya sukses dalam menuntut ilmu di pesantren:


1. Niat yang Ikhlas dan Tulus

Segalanya harus dimulai dengan niat yang benar. Dalam petuah para leluhur dikatakan:

"Yen siro mondok, kudu dibarengi kanthi niat cengkir (kencenge pikir)."

Artinya, jika seseorang ingin mondok, harus dibarengi dengan niat yang kuat, tulus, dan ikhlas semata-mata karena Allah.

Hadratussyekh Hasyim Asy’ari selalu menasihatkan kepada wali santri yang sowan kepadanya agar anak yang akan mondok diniatkan untuk mencari ridha Allah SWT, menjernihkan hati, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Bukan untuk sekadar mencari dunia seperti pangkat atau harta.

Maka dari itu, sebelum masuk pesantren, sebaiknya anak disowankan atau dipasrahkan terlebih dahulu kepada kiai.


2. Orang Tua sebagai Teladan

Orang tua dan guru adalah figur teladan bagi anak-anak. Jika orang tua selalu gelisah, rindu, atau “kangen berat” kepada anaknya di pondok, hal ini bisa memengaruhi ketenangan batin sang anak. Istilahnya, “nyetrum”—karena hati anak bisa ikut resah jika orang tua tidak tenang.

Bahkan dalam banyak kasus, santri yang bermasalah di pondok ternyata berasal dari rumah tangga yang juga bermasalah. Maka di Pesantren Tegalrejo, diberlakukan aturan tidak boleh dijenguk selama 41 hari pertama. Fakta menunjukkan aturan ini sangat efektif membentuk ketahanan mental santri.


3. Pasrah dan Berbaik Sangka kepada Sistem Pesantren

Ketika Hadratussyekh Hasyim Asy’ari nyantri kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau kerap ditugaskan untuk menggembala, membersihkan kandang, dan tugas-tugas khidmah lainnya. Namun beliau tidak pernah ngersulo (mengeluh).

Sikap ta’dzim ini dilakukan agar mendapatkan keberkahan dan doa dari guru. Keberhasilan di pesantren tidak diukur dari nilai rapor semata, tetapi dari sejauh mana seorang santri mampu mengamalkan ilmunya dan menjadi pribadi yang bermanfaat.

Karena itu, wali santri harus pasrah dan tidak mudah su’udzon (berburuk sangka) terhadap aturan, sistem keamanan, fasilitas, dan kebijakan pondok.

× Image