Home > Pustaka

Haji dalam Perspektif Tasawuf

Waspadai penyakit hati yang biasa menempel pada setiap hati manusia.
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I (dok).
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I (dok).

Haji Dalam Perspektif Tasawuf


Oleh Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I*

SAJADA.ID--Bulan Dzulhijjah menjadi bulan yang teramat spesial bagi umat Islam khususnya, untuk melaksanakan ibadah haji.

Pada saat ini, jutaan Muslim berkumpul di Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Sejak dahulu, umat Islam di bumi Nusantara ini sudah ada yang melaksanakan ibadah haji. Meskipun berbagai rintangan kerapkali menjadi batu sandungan, namun mereka tetap semangat untuk melaksanakannya.

Bagi umat Islam, hukumnya haji adalah wajib. Yakni, wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan. Baik, dari segi kesehatan maupun materi dan lain sebagainya.

Sedangkan makna haji secara bahasa adalah menyengaja, mengunjungi atau menuju. Sehingga secara istilah haji memiliki makna menyengaja datang ke baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan ketentuan-ketentuan tertentu dan di waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata yang dicari ridhonya Allah Swt.

Dalam kajian fikih ibadah, haji adalah seseorang yang telah memenuhi rukun dan wajib haji dengan baik dan benar maka hajinya sah. Namun dalam hal ini, masih banyak orang yang luput menjaga hatinya dari hal-hal yang mengurangi kesempurnaan haji tersebut.

Dalam kajian spiritual, haji memiliki adalah perjalanan kembali ke diri sendiri. Dimana aspek ini meliputi yang berkaitan langsung dengan hati (seperti sabar, ridha, ikhlas, qona’ah dan seterusnya). Dan, dalam setiap aktivitasnya selalu ingat kepada Allah Swt (berdzikir dan menghayati setiap maknanya).

Ambil satu contoh saat ihram, ini menjadi pelajaran terbaik untuk umat muslim dalam memberikan kesadaran sosial di tengah masyarakat. Keberadaan dan posisi derajat manusia, semuanya sama menurut Allah Swt. Baik itu si kaya atau si miskin, seorang pejabat atau rakyat jelata, seorang jenderal atau kopral, dan seterusnya.

Lalu apa yang membedakan menurut Allah Swt? Yang membedakan martabat atau derajat kemanusiaan seseorang adalah ketakwaannya (QS. Al-Hujurat/49:13).

Hal ini memberikan pelajaran hidup bagi kita, akan pentingnya menjalani kehidupan dengan baik, benar, disiplin untuk meraih keselamatan, kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Dengan didasari tidak sombong, angkuh, dan merasa paling kuat, sempurna, serta berkuasa dengan segala alasan apapun.

× Image