Membangun Literasi dengan Kritik Positif
Hal penting dalam menulis novel sejarah disampaikan oleh Kang H.D. Gumilang adalah kuat dalam literasi sejarah agar tidak mengalami banyak ahistoris, sehingga perlu penguatan kondisi sosial juga karakter karena ini kaitannya dengan istilah zeitgeist atau jiwa jaman, sebuah istilah yang memotret pemikiran dominan pada suatu masa yang menggambarkan dan mempengaruhi sebuah budaya dalam masa itu sendiri.
Menulis sejarah memang butuh moodbooster yang agak berbeda, namun selagi kemauan ada maka akan lahir novel-novel sejarah lainnya karena Indonesia tidak miskin sejarah yang bisa digali. Ini menjadi tantangan bagi para penulis genre fiksi maupun non fiksi untuk mengungkap sejarah-sejarah yang yang masih tersembunyi.
Melalui tulisan dengan value sejarah maka itu ikhtiar untuk menyambungkan sejarah masa lalu kepada generasi-generasi setelahnya yang tidak terlibat secara langsung agar tidak mengalami diskoneksi terhadap sejarah. Penjajahan yang menyisakan trauma tersendiri bagi pelaku sejarah secara khusus para Jugun Ianfu harus menjadi pengingat generasi sesudahnya agar belajar dari pengalaman sebelumnya. Nabi mengingatkan,
لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam bish shawab.
(Kontributor: Ummu Ahya Gyantie)