Pemikiran Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari
Pemikiran Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari
Rombongan Alumni Ma'had Mambaul Hikam ikut hadir dalam kegiatan ini.
SAJADA.ID--Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) menyelenggarakan Muktamar Kedua Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari yang bertempat di Masjid Raya KH. Hasyim Asyari Daan Mogot Jakarta selama 2 hari, 4-5 Oktober 2024. (04/10/2024).
Hadir dalam pembukaan Pengasuh Pesantren Tebuireng KH. Abdul Hakim Mahfudz, Ketua Umum Presidium Nasional IKAPETE Prof. Dr. H. Masykuri Bakri, M.Si., Ketua PWNU Jakarta Dr. KH. Samsul Maarif, M.A., Dr. KH. Abdurahman Shoheh selaku DKM Masjid Raya, Ibu Nyai Farida Solahuddin Wahid, Dzurriyat KH. Hasyim Asyari, alim ulama, pejabat pemerintahan dan alumni dari berbagai pelosok daerah.
Dalam kesempatan bincang santai selepas pembukaan Ibu Nyai Hj. Maftuhah Mustiqowati, S.Ag, M.Pd atau biasa dipanggil Ibu Nyai Ika dari Pondok Pesantren Mambaul Hikam Jatirejo Jombang berpesan kepada segenap alumni yang hadir dalam muktamar.
“Insan Al-Hikam (Organisasi Alumni Mambaul Hikam) di bawah komando KH. Andi Syafrani, MCCL., harus mengambil peran yang lebih besar di tengah umat dan terhubung dengan IKAPETE. Dan saya merasa bangga bahwa alumni Mambaul Hikam melalui Madrasah Falakiyahnya di Jakarta telah turut andil melakukan rukyatul hilal untuk pertama kalinya saat penentuan awal bulan Ramadhan 1439 H di Masjid Raya KH. Hasyim Asyari dan diliput oleh media nasional” ungkapnya.
Diskusi sesi siang dengan tema “Aktualisasi Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asyari untuk Indonesia Maju” menghadirkan Pengasuh Madrasatul Quran Tebuireng Dr. KH. Ahmad Mustain Syafi’i, M.Ag., ada sejumlah pemikiran beliau yang sangat menarik ketika berbicara tentang sosok Hadratussyekh KH. M. Hasyim Asy’ari seperti yang disarikan oleh Ketua Insan Al-Hikam KH. Andi Syafrani, MCCL. dalam laman facebooknya.
“Pemikiran-pemikiran Hadhratussyekh KH. M. Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim) yang diceritakan Kyai Musta'in Syafii sangat menarik: Pertama, perbedaan pendapat terkait masalah fikih sosial di zamannya terjadi secara dialogis yang dibuat melalui tulisan dengan menerima pandangan lain secara terbuka. Ketika pandangan Mbah Hasyim terkait pelarangan acara Maulid Nabi yang dilakukan bercampur dengan acara hiburan yang mengarah pada maksiat, beliau tidak memaksakan pandangannya. Malam hari setelah beliau menuliskan pandangannya terkait masalah ini, beliau mendapatkan isyarat melalui mimpi, cerita Kyai Mustain.
Dalam mimpinya, beliau berada dalam jamaah di masjid yang ternyata diimami oleh Kyai Ihsan Ngajuk, tokoh yang di anggap sebagai tuan rumah acara maulid yang dikritik beliau. Dari mimpi ini, dipahami bahwa kedudukan Kyai Ihsan "lebih tinggi" daripada beliau. Maka pandangan beliau tidak dipaksakan sebagai fatwa umum. Pandangan Mbah Hasyim yang menolak bedug ditanggapi oleh Mbah Kyai (KH) Fakih Maskumambang dalam bentuk tulisan.
Tulisan tanggapannya Kyai Fakih malah dibaca langsung dan diberikan kepada para Kyai yang hadir dalam pertemuan ulama di Tebuireng dan disampaikan secara terbuka untuk mengikuti beliau (Kyai Fakih Maskumambang). Hebatnya posisi Mbah Hasyim sebagai Rais Akbar NU, sedangkan Kyai Fakih sebagai Wakilnya. Diskusi dan kritik antar ulama, antara Ketua dengan Wakil Rais NU dilakukan secara terbuka dan dengan sikap saling menghargai, bukan ditolak dengan alasan posisi dan kekuasaan.
Analisis terakhir ini disampaikan Moderator Ketua PWNU DKJ, Dr. KH. Samsul Maarif, M.A.Kedua, metode qiyas Mbah Hasyim dalam fatwa terkait jihad diambil dari illat masafatul qoshr dan cerita rencana invasi Nabi Sulaiman AS kepada Ratu Bilqis.
Meski dikritik ulama lain karena dianggap qiyas ma'al fariq, Kyai Mustain membela pendapat Mbah Hasyim karena kenaikan qiyas ini dan ketepatannnya dalam aspek tujuan maslahat. Mbah Hasyim membuat Resolusi Jihad didasarkan pada illat cerita surat Nabi Sulaiman ke Istana Bilqis karena disebutkan bahwa kedatangan pihak luar itu akan menyebabkan kerusakan (fasad) dan menumbangkan para penguasa atau pemimpin ke posisi hina (adzillah). Terkait hukum kewajiban jihad bagi rakyat diqiyaskan dengan masafatul qoshor dalam sholat. Semakin dekat jarak warga dengan titik perang yakni dalam batas jarak shalat yang bisa diqoshor, maka hukumnya fardhu 'ain, di luar itu hukumnya fardu kifayah.
Dari paparan Kyai Mustain, disimpulkan bahwa pendapat dan pandangan para ulama dulu selalu didasarkan pada dasar hukum yang jelas dengan metode usul fikih yang jelas. Urusan duniawi pun dipilih hukum dengan dasar hukum yang jelas dengan pertimbangan yang tidak melulu pada aspek yang terkesan rigit dan sempit.