Home > Hadits

Hadits ke-21 Arbain Nawawi: Istiqomah dalam Beriman

Hendaknya umat Islam Istiqomah dalam beribadah.
Orang yang Istiqomah dalam Beriman dan beribadah kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Dok. Republika)
Orang yang Istiqomah dalam Beriman dan beribadah kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Dok. Republika)

Hadits ke-21 Arbain Nawawi: Istiqomah dalam Beriman 

SAJADA.ID--Sahabat yang dirahmati Allah SWT. Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menyembah Allah SWT. Dan mereka juga diperintahkan untuk Istiqomah dalam Beriman dan beribadah kepada Allah SWT.

Dalam kitab Arbain Nawawi Hadits ke-21 adalah salah satu perintahnya untuk Istiqomah dalam Beriman Kepada Alla

عَنْ أَبِيْ عَمْرٍو، وَقِيْلَ، أَبِيْ عَمْرَةَ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 38]

Penjelasan Hadits

Kalimat “katakanlah suatu perkataan dalam Islam” yaitu dalam syariat Islam.

Kalimat “suatu perkataan yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu”, maksudnya kalimat tersebut sangat berbeda, kalimat tersebut sudah jadi definisi, sifat kalimat tersebut jaami’ dan maani’. Jaami’ dan maani’ artinya memasukkan semua yang tercakup di dalamnya dan mengeluarkan yang tidak tercakup di dalamnya.

Beriman kepada Allah itu terkait dengan amalan hati, sedangkan “kemudian istiqamahlah” berarti istiqamah dalam ketaatan termasuk amalan jawarih (anggota badan).

Adapun Faedah dari Hadits ini adalah:

1. Para sahabat sangat semangat dalam mencari ilmu. Hal ini dibuktikan dengan semangatnya mereka dalam bertanya.

2. Sufyan bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafi menanyakan perkara yang penting karena sudah cukup tanpa perlu ditanyakan kepada selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Sufyan bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafi mungkin saja bertanya kepada sahabat lainnya dalam masalah ilmu, dan ada di antara mereka yang bisa berfatwa. Namun karena begitu pentingnya masalah ini, hanyalah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharapkan menjawabnya.

4. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikaruniakan jawaami’ul kalim, yaitu kalimat yang ringkas namun sarat makna. Dan ini tercakup dalam dua kalimat dalam hadits ini yaitu “aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. Al-Ahqaf: 13)

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu“.” (QS. Fushshilat: 30)

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۚإِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112)

5. Istilah istiqamah lebih tepat dibanding dengan iltizam. Sehingga orang yang istiqamah disebut mustaqim, bukan multazim.

6. Siapa saja yang kurang dalam melakukan yang wajib, berarti ia tidak istiqamah, dalam dirinya terdapat penyimpangan. Ia semakin dikatakan menyimpang sekadar dengan hal wajib yang ditinggalkan dan keharaman yang dikerjakan.

Lanjut...

× Image