Ihya Ulumuddin Menemukan Jalan Menuju Kebahagiaan Sejati
Ihya’ ‘Ulumuddin
Menemukan Jalan Menuju Kebahagiaan Sejati
Oleh Syahruddin El Fikri
SAJADA.ID—Sahabat yang dirahmati Allah SWT.
Di manakah kebahagiaan itu berada? Pada harta, kedudukan, atau kemewahan? Lalu, mengapa banyak di antara orang yang berlimpah harta sering kali terkena stres? Atau mengapa pula para pejabat dan pengusaha yang mempunyai karier dan kedudukan bagus terpuruk dalam kenestapaan?
Harta melimpah, rumah megah, mobil mewah, kedudukan tinggi, dan beragam kesenangan dunia lainnya, sering kali oleh kebanyakan orang diposisikan sebagai sumber kebahagiaan. Tak heran bila seluruh daya upaya, dari pagi hingga malam, dikerahkan untuk mewujudkan semua kesenangan tersebut tergenggam di tangan.
Baca Juga: Amalan dan Wirid Al Ghazali
Beragam cara dilakukan, beragam upaya diusahakan. Semua dikerahkan dengan satu tujuan, merengkuh kesenangan dunia yang diyakini dengan semua itu kebahagiaan akan diraih. Di sisi lain, kemiskinan ternyata juga menjerembapkan kebanyakan manusia pada kehidupan gelap penuh maksiat.
Banyak di antara mereka yang menghalalkan segala cara atas nama perut dan cari makan. Waktu seperti terbalik, malam merayap siang terlelap. Lalu, di mana sesungguhnya bahagia itu berada? Kecenderungan menomorsatukan kehidupan dunia dan menomorduakan kehidupan akhirat selalu muncul di sepanjang zaman.
Baca Juga: Ihya Ulumuddin Terjemah Lengkap Karya Imam Al-Ghazali
Tak terkecuali di masa Al-Ghazali, seorang pemikir yang banyak mewarnai perkembangan ilmu keislaman. Ia yang dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam) ini menilai, saat kehidupan akhirat dinomorduakan, hal itu merupakan pertanda pemahaman agama umat sedang merosot dan mandek.
Keadaan ini menggerakkan Al-Ghazali menyusun sebuah karya yang kemudian ia beri nama Ihya’ ‘Ulumuddin atau Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama. Dalam buku yang kemudian menjadi karya masterpiece Al-Ghazali tersebut, dibahas empat tema besar.
Tema-tema itu mengenai ibadah, urusan dunia, atau pekerjaan sehari-hati, kejahatan yang merusak atau perbuatan yang membinasakan, dan kebaikan yang membangun atau perbuatan yang menyelamatkan. Al-Ghazali menempatkan pembahasan seputar ilmu yang masuk dalam tema ibadah diuraikan di awal.
Baca Juga: Bolehkah Minum Sambil Berdiri
Ia berkeyakinan, ilmu merupakan alat dan sarana pokok untuk menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupan, baik dalam mewujudkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Pembahasan mengenai ibadah diuraikan dengan sangat perinci, termasuk tentang adab ibadah.