Bulan Rajab Kok Disebut Bulan Tuli?
Bulan Rajab Kok Disebut Bulan Tuli?
Oleh Syahruddin El Fikri
SAJADA.ID---Sahabat yang dirahmati Allah SWT.
Bulan Rajab dikenal sebagai bulan yang mulia. Dalam Islam, ada empat bulan yang istimewa atau dimuliakan Allah SWT, yakni Muharam, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhjjah. Nah, kita mungkin bertanya, kenapa bulan ketujuh disebut dengan nama Rajab? Apa sih artinya rajab?
Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda: Dinamakan bulan rajab karena terdapat berbagai kebaikan di dalamnya. Segala amal yang dikerjakan pada bulan Rajab, maka akan dilipatgandakan. Perbuatan baik dibalas dengan amal berlipat, dan sebaliknya perbuatan buruk juga akan mendapat balasan keburukan yang berlipat.
Namun demikian, ada sebagian ulama yang menyebutkan bulan rajab sebagai bulan tuli (tidak mendengar). Kok, kenapa harus disebut dengan bulan tuli?
Para ulama menyebutkan, salah satu nama dari rajab adalah ‘asham yang berrarti tuli. Alasan penamaan ini karena pada bulan Rajab tidak terdengar gencatan senjata untuk berperang yang dilakukan oleh bangsa Arab jahiliah pada masa dahulu. Semua orang Arab pada masa itu menyimpan peralatan perang, dan kembali berdamai dengan musuh-musuh mereka. Bahkan, mereka berkunjung ke rumah orang-orang yang membunuh ayahnya di medan perang untuk menghormati bulan mulia ini (Sai’id Ruslan, asy-Syahru Rajab, [Maktabah an-Noor], halaman 8).
Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa bulan Rajab memiliki spirit perdamaian yang sangat tinggi sejak zaman dahulu. Peperangan yang dilakukan di bulan-bulan sebelumnya harus terhenti ketika sudah memasuki bulan haram, termasuk bulan Rajab.
Bahkan, orang-orang yang memiliki dendam kepada pembunuh ayah dan keluarganya di medan perang, biasa berkunjung untuk bertemu orang yang membunuh keluarganya itu. Semua pekerjaan dan tindakan yang bisa mengotori sakralitas bulan haram ditinggalkan dan dijeda terlebih dahulu.
Larangan bagi orang yang berbuat kemungkaran salah satunya perang pada bulan Rajab, yakni firman Allah Swt dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 217:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللّهِ وَكُفْرٌ بِه وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِه مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوْا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِه فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh." Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 217).