Mengapa Muhammadiyah Bersikukuh Memakai Metode Hisab Menentukan Awal Bulan?
Sebagaimana dimaklumi bersama, salah organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah, dalam menentukan awal Ramadhan maupun lainnya menggunakan metode hisab wujudul hilal (perhitungan). Sementara organisasi Islam lainnya, seperti Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan rukyatul hilal (melihat bulan). Dampak dari perbedaan metode ini, kerap menimbulkan perbedaan penetapan awal puasa Ramadhan, maupun Idul Fitri.
Namun demikian, perbedaan itu tak menimbulkan perpecahan di antara umat. Sebaliknya, perbedaan itu memberikan pemahaman mendalam bagi umat bahwa ilmu itu sangat luas, sehingga perlu pemahaman yang lebih komprehensif dalam menjalankan amaliah ibadah sesuai dengan keyakinan. Walaupun, sebagian umat masih bingung harus mengikuti yang mana dari adanya perbedaan tersebut. Yang muncul kemudian, warga Muhammadiyah mengikuti keputusan organisasinya, dan sebaliknya bagi warga NU mengikuti keputusan organisasinya pula.
Berikut ini, merupakan salah satu alasan mengapa organisasi Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal ini, yang kami kutip dari pesan yang didapatkan penulis dari media social seperti WhatsApp (WA). Berdasarkan informasi yang didapat, materi ini berasal dari ceramah Ramadhan oleh Prof. Dr. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) pada pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tahun 1431 H di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Alasan Muhammadiyah Menggunakan Hisab
Hisab (perhitungan) kalender yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter, yakni (1) telah terjadi konjungsi atau ijtimak, (2) ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.
Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut;
Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat: “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS. Ar-Rahman [55]:5).
Ayat ini bukan sekadar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.