Peran Spiritualitas dalam Konservasi Alam: Pendekatan Ekoteologi

Peran Spiritualitas dalam Konservasi Alam: Pendekatan Ekoteologi
Oleh: Ali Fakhrudin
Krisis lingkungan yang terjadi di dunia saat ini bukan hanya permasalahan ekologis semata, tetapi juga mencerminkan krisis moral dan spiritual. Deforestasi, pencemaran air dan udara, serta perubahan iklim bukan sekadar dampak dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, tetapi juga merupakan akibat dari hilangnya kesadaran manusia akan hubungan sakral dengan alam. Oleh karena itu, pendekatan ekoteologi, yang menghubungkan nilai-nilai spiritualitas dan keagamaan dengan pelestarian lingkungan, menjadi sangat penting dalam membangun kesadaran ekologis yang berkelanjutan.
Di berbagai tradisi keagamaan, alam tidak hanya dipandang sebagai sumber kehidupan, tetapi juga sebagai manifestasi dari keagungan Tuhan. Konsep ini mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Dalam Islam, misalnya, manusia disebut sebagai khalifah fil ard atau pemimpin di bumi yang bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 30. Sementara dalam tradisi Kristen, ajaran mengenai stewardship menekankan bahwa manusia adalah penjaga bumi yang diberikan amanah oleh Tuhan (Fransiskus, 2015:12).
Artikel ini akan membahas bagaimana pendekatan ekoteologi dapat digunakan sebagai solusi dalam konservasi alam, mengintegrasikan nilai-nilai spiritualitas dalam praktik keberlanjutan lingkungan, serta bagaimana kebijakan dan inisiatif berbasis agama dapat berkontribusi dalam menjaga kelestarian alam.
Spiritualitas dan Kesadaran Ekologis
Spiritualitas dalam berbagai agama selalu mengajarkan keseimbangan antara manusia dan alam. Dalam ajaran Hindu, terdapat konsep Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan. Konsep ini menunjukkan bahwa keseimbangan ekologis bukan hanya urusan teknis, tetapi juga berkaitan dengan aspek spiritual dan sosial.
Di sisi lain, dalam Islam, konsep mizan atau keseimbangan sebagaimana disebutkan dalam surah Ar-Rahman 7-9 ; menegaskan bahwa alam diciptakan dalam keseimbangan yang harus dijaga oleh manusia. Rasulullah SAW juga memberikan teladan dalam menjaga lingkungan dengan menganjurkan penghijauan dan melarang eksploitasi sumber daya secara berlebihan sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Ahmad.
Dalam tradisi Buddha, prinsip ahimsa atau tanpa kekerasan terhadap semua makhluk hidup juga menjadi dasar dalam menjaga kelestarian lingkungan. Bagi umat Buddha, merusak alam sama dengan melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran kebajikan (Sudarmoko, 2021:88).
Pendekatan spiritual ini membuktikan bahwa konservasi lingkungan bukan hanya soal kebijakan dan teknologi, tetapi juga membutuhkan kesadaran moral yang kuat. Oleh karena itu, menghidupkan kembali ajaran-ajaran agama tentang pentingnya menjaga alam bisa menjadi strategi ampuh dalam mengatasi krisis lingkungan saat ini.
Kebijakan Berbasis Ekoteologi dalam Konservasi Alam
Untuk memastikan nilai-nilai spiritualitas dalam konservasi alam dapat diterapkan secara efektif, berbagai kebijakan berbasis ekoteologi perlu dikembangkan. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

Partner of Republika Network. Official Media Yayasan Rumah Berkah Nusantara. email: infosajada.id, Silakan kirimkan info