Home > Agama

Said Aqil Husin Al-Munawwar Santri Harus Menghafalkan Banyak Kitab

Memperingati haul ke-30 KH. Achmad Sjaichu, mantan Menteri Agama itu berpesan agar bisa meneladani sosok pendiri Ponpes Al-Hidayah itu.

Said Aqil Husin Al-Munawwar; Santri Harus Menghafalkan Banyak Kitab

Memperingati haul ke-30 KH. Achmad Sjaichu, mantan Menteri Agama itu berpesan agar bisa meneladani sosok pendiri Ponpes Al-Hidayah itu.

SAJADA.ID, DEPOK—KH. Achmad Sjaichu adalah sosok ulama mumpuni. Tak hanya sebagai seorang ulama yang bergelut dengan santri dan umat, tetapi beliau juga terlibat dalam kegiatan politik, dermawan, dan ilmuwan.

Beliau dilahirkan pada 29 Juni 1921 dan wafat pada 4 Januari 1995. Ia pernah menjabat sebagai anggota DPR Kabinet Gotong Royong (DPR GR). Ia juga membangun institusi pendidikan dan lembaga Ittihadul Muballighin, tempat berhimpun para muballigh dan mengirimnya ke berbagai daerah.

Selain itu, Beliau juga pendiri Ponpes Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat. Ada ribuan santri yang mengambil ilmu di ponpes tersebut. Dalam rangka mengenang haulnya yang ke-30, Pesantren Al-Hamidiyah Depok menggelar Haul Almagfulah KH. Achmad Sjaichu dengan tema "Merawat tradisi menguatkan inovasi." Haul dilaksanakan pada Sabtu (1/2/2025) bertempat di halaman pesantren dengan menghadirkan narasumber utama Habib Prof. Dr. Said Aqil Husin Al Munawwar.

Turut hadir dr. H. Imam Susanto, Sp.B., Sp.BP-RE (K) selaku Direktur Utama YIH, Dr. H. Basnang Said, S.Ag., M.Ag selaku Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag RI, K.H. Syihabuddin Ahmad Ma’shoem (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat An-Nuriyyah Lasem Rembang), Jajaran Manajemen dan Keluarga Besar YIH.

Habib Prof KH Said Aqil Husin Al-Munawar mengatakan salah satu tradisi pondok pesantren adalah haul. Mengenang kepergian seseorang, Almarhum KH. Achmad Sjaichu yang dijadikan tokoh atau panutan.

"Peringatan haul sebagai bukti antara kita yang masih hidup dengan yang sudah meninggalkan. Kita masih tetap terjalin komunikasi. Komunikasi itu kita jalankan, tahlil yasin, khataman Alquran. Itu sebagai bukti," ungkapnya.

Ia menjelaskan bagi seorang ulama dan aulia matanya menatap kedepan dan senyum. "Ketika meninggal matanya menatap kedepan dan senyum, karena ruh itu kembali kepada Allah Ta'ala. Allah perlihatkan singgasana, istana untuk nanti di huni untuknya di kehidupan akhirat," jelasnya.

Kiai Aqil Said Almunawwar menjelaskan bahwa di tangan orang tua dan guru ada keberkahan yang tidak bisa ternilai dengan harga. "Karena di tangan orang tua, tangan guru kita ada keberkahan yang tidak bisa kita nilai dengan harga. Orang tua doakan kita, guru doakan kita, luar biasa itu mahal harganya berapa mau kita bayar," ujarnya.

Prof Aqil Said juga berpesan, santri hendaknya menghafal kitab-kitab di pesantren. "Kitab-kitab yang di pesantren sebagai basic, modal untuk belajar di jenjang berikutnya. Dari guru-guru yang bersanad sehingga mendatangkan keberkahan ilmu. Santri tidak boleh merasa puas, harus dan terus ngaji," tegasnya.

Menteri Agama ke 21 RI dalam Kabinet Gotong Royong (2001–2004) menyatakan bangga dan gembira dapat mengisi Haul Almagfurlah Kiai Sjaichu. "Hari ini saya berbangga sangat bergembira, dulu saya ngabdi disini, mengajar pada saat Kiai Sjaichu mendirikan STIDA," katanya.


Kiai Aqil Said menyatakan bahwa pesantren memelihara tradisi, almuhafadhoh ala qodimi sholih (menguatkan inovasi), wal akhdzu bil jadidi ashlah (harus menguasai agama).

× Image