Beda Tipis Antara Lomba dan Judi
Antara Lomba dan Judi
SAJADA.ID--Suatu desa di negeri antah berantah, bermaksud memeriahkan ulang tahun desa tersebut. Karena itu, kepala desanya membentuk kepanitiaan khusus untuk memperingati hari jadi desa.
Dalam programnya, panitia akan mengadakan sejumlah perlombaan demi memeriahkan acara hari lahir desa. Di antaranya lomba panjat pinang, lomba menggambar, lomba tumpeng, lomba voli, lomba tenis meja, lomba catur, dan beragam perlombaan lainnya.
Sebagai pemikat agar peringatan hari kahir desa itu semakin meriah, panitia menyediakan sejumlah hadiah. Di antaranya sepeda motor, kulkas, televisi, magic com, kompor gas, sepeda, handphone, setrika, dan beragam hadiah lainnya.
Karena hadiah yang besar, untuk menutupi kekurangan anggaran, panitia menarik iuran atau uang pendaftaran dari setiap peserta yang ikut. Masing-masing lomba yang diikuti ditarik uang pendaftaran sebesar Rp. 10 ribu per peserta. Adapun untuk lomba beregu, setiap tim harus membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 100 ribu per lomba.
Bagaimanakah hukum perlombaan demikian menurut agama Islam? Sebagaimana diketahui bersama, sudah jamak kita jumpai perlombaan kerap menjadi sarana memeriahkan sebuah peringatan atau momen tertentu. Lomba yang biasanya dibuka secara umum itu kadang menyertakan syarat biaya pendaftaran. Uang pendaftaran dihimpun untuk membiayai hadiah para pemenang.
Sebagaimana dikutip dari Nu Online, permasalahan ini juga pernah disinggung dalam forum Muktamar ke-30 Nahdlatul Ulama pada tahun 1999 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Muktamirin sepakat bahwa lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk judi. Dengan bahasa lain, praktik semacam ini termasuk haram.
Namun, bila hadiah merupakan anggaran dari panitia sendiri yang diambil dari kas, atau donatur dan sponsorship, maka hal itu tidaklah haram dan bukan merupakan judi.
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib karya Ibrahim Bajuri berikut ini: