Komisi Fatwa MUI: Shalat Jumat Boleh Diganti Sholat Zhuhur Karena Pandemi Covid-19
Penyebaran covid-19 saat ini terus meningkat. Sudah puluhan ribu warga Indonesia, kembali terserang virus covid-19 yang bernama omicron. Dampak dari penyebaran kali ini, pemerintah Indonesia kembali mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan penularan virus tersebut. “Tetap menjaga protokol kesehatan (prokes) ketat.” Demikian imbauan pemerintah. Prokes ketat yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun.
Karena hal ini pula, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-5. Dengan PPKM level tertinggi, maka prokes ketat wajib diberlakukan. Dan salah satu dampak dari pemberlakukan PPKM ini, maka jaga jarak antarmasyarakat harus ditingkatkan. Bagaimana dengan pelaksanaan shalat berjamaah?
Berkenaan dengan hal ini, Komisi Fatwa MUI mengeuarkan Fatwa nomor 14 tahun 2022 terkait Panduan Ibadah di Tengah Pandemi. Tujuannya supaya umat Islam di Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan baik di tengah masa pandemi.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, umat Islam untuk tetap menggelar Ibadah di tengah pandemi. Hanya saja, prokes tetap dijalankan. “Dan khusus untuk shalat Jumat, boleh dganti dengan shalat Zhuhur karena kondisi pandemic covid-19 yang terus meningkat,” ujarnya, sebagaimana keterangan pers pada Kamis (3/2/2022).
Masyarakat diimbau untuk melaksanakan shalat di rumah masing-masing. "Artinya, bila suatu tempat kita tinggal itu positif Covid itu banyak yang mengenai jamaah atau tetangga kita yang dinyatakan positif, tentunya ibadah salat berjamaah bisa dilakukan di tempat masing-masing," ujar Miftahul Huda. Terkait pelaksanaan shalat Jumat, Miftahul Huda menerangkan, bahwa Shalat Jumat bisa diganti dengan shalat zuhur karena alasan covid-19. "Dan pelaksanaan salat Jumat bisa diganti dengan sholat Zhuhur. Itu jika kondisi tak terkendali," ujarnya.
Namun demikian, fatwa tersebut, menurutnya belum siap diterapkan secara total, lantaran informasi yang masih simpang siur.
Mengenai hal ini, pelajaran dari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu bisa dijadikan panduan.
Ada sebuah kisah yang sangat populer sewaktu Sayyidina Umar menuju ke Syam, Damaskus. Saat itu, di Damaskus sedang melanda sebuah wabah. Lantaran hal tersebut, Umar berhenti sesaat dan berdiskusi dengan sejumlah sahabatnya. Namun, setelah memerhatikan dengan saksama, Umar akhirnya membatalkan perjalanan ke Damaskus.
Sahabat lain bernama Abu Ubaidah Ibn Jarrah, yang juga seorang panglima perang dan pandai mengatur siasat, bertanya kepada Umar. ‘Wahai Umar, kenapa kamu lari dari takdir Allah?’ Lalu Umar berkata, ‘Saya lari dari takdir yang satu menuju takdir yang lain’. Sambil mengutip salah satu hadis Nabi SAW; “Jika terjadi wabah di suatu daerah, maka orang luar jangan masuk ke daerah tersebut. Dan sebaliknya, orang yang berada di daerah wabah hendaknya tidak keluar ke tempat lain.”
(Syahruddin El Fikri).