Awas, Pahala Bisa Habis Karena Suka Bergosip
Kita semua suka sekali berbicara dengan sahabat, teman, relasi, dan keluarga. Dan itu merupakan hal yang lumrah serta wajar. Namun demikian, berhati-hatilah dalam bicara, karena kalimat yang terucap bisa jadi melukai lawan bicara kita. Karena itu, berbicaralah swajarnya dan seperlunya saja.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah meridlai kalian karena tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara. Meridhai kalian jika: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kalian berpegang teguh terhadap tali agama Allah secara bersama-sama dan saling menasehati terhadap orang yang Allah beri perwalian urusan kalian. Membenci kalian jika; Banyak bicara, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya.” (HR Malik)
Dampak bila kita banyak bicara, maka peluang berdusta akan semakin besar. Kebohongan akan merajalela, dan dampak buruknya akan menimbulkan fitnah. Dan dalam Al-Quran dikatakan, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Kisah berikut ini kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita, untuk senantiasa berhati-hati dalam berbicara.
Ada seorang remaja yang wafat saat Perang Uhud. Ia ditemukan dalam keadaan meregang nyawa dengan kondisi perutnya terikat dengan batu karena menahan lapar. Ketika sang ibu menemukannya, ia mengusap debu di wajahnya, lalu ibunya berkata: “Wahai Anakku, selamat bagimu karena kau telah mendapatkan surga.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Wahai ibu, apa yang membuatmu yakin (dengan ucapanmu bahwa anakmu mendapatkan surga)? Barangkali, ia berbicara tentang hal yang tidak penting dan mencegah sesuatu yang tidak merugikannya” (HR Tirmidzi).
Dari keterangan hadis di atas, dapat kita mengambil pelajaran bahwa perbuatan baik yang sudah dikerjakan, baik shalat, puasa, zakat, sedekah, jihad, maupun amalan lainnya, bisa saja rusak atau tidak berguna, manakala ia suka bergosip, berbohong, atau berkata yang tidak baik.
Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang banyak bicara, maka dia akan banyak keliru. Orang yang banyak keliru, maka dosanya akan berlimpah. Orang yang dosanya berlimpah, akan masuk neraka” (HR. Thabrani).
Banyak bicara dapat membuat hati menjadi keras, apalagi bila bicaranya bohong atau menyebarkan berita palsu. Setiap dosa yang dilakukan menyebabkan hati menjadi keras, semakin banyak dosa semakin keras pula hatinya.
Dalam Al-Quran, Allah SWT melarang hamba-Nya berbicara palsu. Bahkan, bila seorang muslim mendapatkan informasi, hendaknya ia bertabayyun, mencari kebenarannya sebelum ia membicarakan atau menyebarkan informasi berikutnya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. AL-Hujurat [49]: 6).
Itulah sebabnya kita sebagai muslim dianjurkan untuk selalu mengecek kebenaran sebuah informasi sebelum menyebarkannya. Kita perlu bertabayyun, menanyakan ulang akan kebenaran informasi tersebut. Bila informasi yang kita terima tidak benar, maka hendaknya kita tidak menyebarkan informasi tersebut. Jagalah mulut kita, jaga lisan kita, jaga tangan kita, jaga kaki kita, jaga mata kita, dan jaga hati kita dari perbuatan burukm membicarakan hal tak bermanfaat.
Sebab, bila kita suka menyebarkan informasi yang tidak dijamin kebenarannya (hoaks), maka pahala yang kita kerjakan sebelumnya bisa hilang (hangus). Amal kebaikan hangus, atau hilang karena lisan kita tak bisa menjaganya.
Rasulullah SAW bersabda:
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَدْرُوْنَ مَاالْمُفْلِسُ؟ قَالُوا اَلْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَدِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ هِ فَإِنْ فُنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَا مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ
“Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan muflis (orang yang bangkrut)?”. Sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda”. Sabda Nabi: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku datang dihari kiamat membawa salat, puasa dan zakat. Dia datang pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka (HR. Muslim).
Dari hadis di atas, ada tiga orang yang bangkrut sehingga amal baiknya tidak cukup untuk menutupi keburukannya, yakni orang yang suka mencaci maki (bergibah, berbohong, memfitnah, menyebarkan berita palsu), mengambil harta orang lain (mencuri, korupsi, merampok), dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah.
Allah SWT berfirman: “Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan)n dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (QS Al-Hujurat [49]: 11).
Syekh Nawawi Banten menulis dalam Tanqih al-Qaul al-Hatsits bahwa manusia itu sering kali diam dan sering kali juga bicara. Ketika berbicara, ada kalanya mengenai persoalan yang baik, maka ia beruntung. Namun, manakala ia berbicara tentang masalah yang buruk, maka manusia merugi. Jadi berbicara mengenai masalah yang baik beroleh pahala.
Bahkan, Rasul SAW juga memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa berbicara baik. “ Katakan yang benar, atau lebih baik diam.”
Dampaknya bila kita terus menerus melakukan kebohongan atau memiftnah, maka di akhirat kelak, walau amalnya banyak, maka nanti akan habis dan dirinya akan dimasukkan ke dalam neraka. (syahruddin el-fikri, khadimul Rumah Berkah)