Kisah Umar: Jangan Sampai tak Ada Lagi Muslim yang Berjiwa Ksatria dan Memegang Amanah
Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.
Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.
”Itu dia!” teriak Umar.
“Dia datang menepati janjinya!”
Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.
”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah.
“Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”
”Kupacu... tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..”
”Demi Allah," ujar Umar menenangkannya dan memberinya minum.
“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.
”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya:
“Lalu kau, Salman, mengapa mau-maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?"
Kemudian Salman menjawab: "Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya.”
Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.
”Allahu Akbar!” Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.
“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.
Semua orang tersentak kaget.
“Kalian...” ujar Umar.
“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.
Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana :
”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya.”
”Allahu Akbar!” teriak hadirin.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.