Air Mani, Madzi dan Wadi, Apa Bedanya?
Dalam kesempatan ini, kita akan lebih menitikberatkan penjelasan pada mani, wadi, dan madzi. Air mani atau lebih dikenal dengan sebutan sperma, adalah sesuatu yang keluar dari kemaluan. Dan keluarnya ini bisa disengaja karena berhubungan intim suami istri, atau tanpa sengaja dia bermimpi. Lalu bagaimana hukumnya mengenai air mani ini?
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW dan diperkuat dengan penjelasan para ulama dikatakan bahwa sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur menyebabkan seseorang itu harus bersuci (thaharah). Dan terkait air mani ini, ia tidak najis. Namun demikian, seseorang yang mengeluarkan air mani, baik sengaja atau pun tidak sengaja, untuk mensucikannya maka dia wajib mandi besar (janabat), sebab dia dalam keadaan junub (hadats besar).
Baca Juga: Tata Cara Mandi Besar
Dikutip dari NU Online merujuk pada pendapat ulama, setidaknya ada tiga hal yang membedakan antara mani dengan madzi dan wadi. Pertama, baunya air mani ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, sedangkan ketika sudah mengering baunya seperti bau telor. Kedua, keluarnya air mani itu memuncrat. Dan ketiga, akan berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah dzakar dan syahwat.
“Menurut para ulama, jika salah satu dari ketiga hal tersebut terpenuhi maka sudah bisa dihukumi mani.”
Yang menjadi pertanyaan berikutnya, apakah air mani perempuan sama dengan laki-laki? Menurut pendapat yang kuat (rajih), air mani perempuan sama saja dengan air mani laki-laki. Tetapi menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim-nya, untuk mani perempuan tidak disyaratkan muncrat. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah. Hal ini sebagaiman dikemukakan dalam kitab Kifayatul Akhyar.
Baca Juga: Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu? Apa Alasannya?
يُشْتَرَطُ اجْتِمَاعِ الْخَوَّاصِ بَلْ تَكْفِي وَاحِدُهُ فيِ كَوْنِهِ مَنِياً بِلَا خِلَافٍ وَالْمَرْأَةُ كَالرَّجُلِ فِي ذَلِكَ عَلَى الرَّاجِحِ وَالرَّوْضَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ لَا يُشْتَرَطُ التَّدَفُّقُ فِي حَقِّهَا وَتَبِعَ فِيهِ ابْنُ الصَّلَاحِ
“Tidak disyaratkan berkumpulnya (ketiga hal) yang menjadi ciri-ciri khusus mani, tetapi cukup satu saja untuk bisa ditetapkan sebagai mani, hal ini tidak ada perbedaan di kalangan para ulama. Sedang mani perempuan itu seperti mani laki-laki menurut pendapat yang rajih dan pendapat Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab ar-Raudhah. Sedangkan beliau (Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi) berpendapat dalam kitab Syarh Shahih Muslim-nya: ‘Bahwa mani perempuan tidak disyaratkan muncrat’. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah” (Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hushni asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Damaskus-Dar al-Khair, cet ke-1, 1994 H, h. 41).
Artikel Terkait:
Jaga Empat Hal ini dalam Berwudhu