Home > Agama

Antara Medsos dan Ruwaibidhah

Setiap orang diimbau untuk bijak bermedia sosial, termasuk saat membuat tulisan.

Antara Medsos dan Ruwaibidhah


Setiap orang diimbau untuk bijak bermedia sosial, termasuk saat membuat tulisan.


SAJADA.ID--Dunia saat ini diramaikan dengan media sosial (medsos). Ya, selain media massa, ada pula media sosial seperti Facebook, YouTube, TikTok, Instagram, dan sejenisnya. Melalui media sosial, orang dengan mudah mendapatkan informasi yang diperlukan.

Kemajuan teknologi dan digital memudahkan manusia untuk mengakses semua informasi yang jauh dari jangkauan dan pandangan. Hanya dengan smartphone (telepon cerdas) maka informasi yang diperlukan dalam waktu singkat langsung tersedia.

Bahkan, aplikasi terbaru ChatGPT, makin membuat kemudahan semakin meningkatkan. Karenanya mereka yang tak mau melek, bisa dipastikan akan tertinggal.

Namun demikian, setiap kebaikan tentu disana berseliweran juga keburukan. Ada orang yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk hal-hal negatif. Akibatnya sebagian doang terjerumus pada hal-hal yang merugikan.

Pun demikian halnya dengan media sosial. Bila dulu orang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan melalui talaqqi atau berjumpa langsung dengan guru, kini tanpa harus hadir di hadapannya. Cukup dengan aplikasi tertentu, orang bisa saling pandang, berbincang dan bahkan menyimak informasi yang disampaikan guru, walaupun gurunya tak mengetahui dari mana asalnya, siapa orang tuanya, dan dimana tinggalnya.

Media sosial menjadi jembatan sebagian orang untuk menuntut ilmu agama. Tak jarang, informasi agama disebarkan melalui media sosial, baik dari orang yang paham agama maupun yang awam sekalipun. Bahkan ada yang berprinsip: sampaikan walaupun hanya satu ayat. Padahal dia tidak mengerti maksud dan isi yang tertuang dalam media sosial itu.

Baca Juga: Tiga Cara Menyaring Informasi A La Socrates

Ruwaibidhah

Saat ini, medsos sudah tidak lagi ada pembatas antara ahli haq dan ahli hoax, orang alim dan awam, dokter dan orang yang sok tahu di bidang kesehatan. Semua orang telah sampai pada masa yang disebut oleh Nabi sebagai Ruwaibidhah. Yakni masa di mana orang bodoh mulai berfatwa.

Rasul SAW mengingatkan:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « سَيَأْتِى عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِى أَمْرِ الْعَامَّةِ » رواه ابن ماجه

Dari Abu Hurairah bahwa rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallama bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya, pendusta dipercaya, orang jujur dianggap pendusta, pengkhianat dipercaya, orang yang terpercaya dikira pengkhianat, dan Ruwaibidhah akan berbicara”. Ditanya: “Siapa Ruwaibidhah?” Nabi bersabda: “Orang bodoh yang berbicara dalam urusan yang umum.” (HR Ibnu Majah)

Para netizen atau mereka yang aktif di media sosial berkilah; "Kami hanya menulis, bukan berkata." Sebagian ulama menyebutkan, hal demikian sama saja. Berikut penjelasan ulama:
قال الماوردي : وتقول العرب الخط أحد اللسانين
Al-Mawardi berkata: “Orang Arab berkata bahwa Tulisan adalah Lidah kedua.” (Faidl al-Qadir)

Demikian pula saat kita menjumpai banyak seliweran poster dan meme seolah datang dari ahli agama padahal bukan dari pakarnya, maka kita diingatkan oleh Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali:


" نعوذ بالله من نصف متكلم ونصف طبيب. فذلك يفسد الدين وهذا يفسد الحياة الدنيا "

“Kita berlindung kepada Allah dari ulama dan dokter setengah matang (belum lulus pendidikan dan praktek).

Ulama setengah matang membahayakan agama. Dokter setengah matang membahayakan kehidupan” (Mizan Al-Amal, 1/54)

× Image