Ini Alasan PBNU Sebut Berhaji dengan Visa Non-Haji Cacat dan Berdosa
Kedua, di Indonesia, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji indonesia yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi).
Haji dengan visa mujamalah ini populer dengan sebutan haji furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jamaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Ketiga, banyak oknum yang memanfaatkan situasi antrean panjang beribadah haji dengan melakukan penawaran haji menggunakan visa non haji (bukan visa haji). Banyak penawaran berhaji tanpa antre dengan visa ziarah multiple (kunjungan berulang), visa amil (pekerja), visa turis, visa umrah, dan jenis visa lainnya. Praktik haji seperti ini adalah praktik haji non prosedural, karena haji non kuota.
Keempat, banyak masyarakat yang tergiur haji menggunakan berbagai jenis visa tersebut. Haji non prosedural dianggap menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak sabar menunggu antrean haji yang cukup lama. Namun, banyak masyarakat yang tidak mempertimbangkan berbagai faktor sebagai akibat dari haji non prosedural.
"Mereka tidak memahami regulasi, tidak mengetahui hak-haknya, dan tidak mengutamakan sisi pelindungan sebagai WNI di luar negeri. Berbagai faktor tersebut yang sering tidak terinformasikan dan tidak dipertimbangkan masyarakat secara matang sebelum memilih haji non prosedural," lanjut pernyataan Syuriyah NU.
Sementara itu haji dengan visa non-haji menjadi cacat karena:
1. Melanggar aturan syari'at yang mewjibkan menaati perintah ulil amri dan mematuhi perjanjian.